Jokowi Akan Gabung di TPP, Ini Pendapat SBY

dakwahnewsOnline, JAKARTA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara terkait rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergabung dengan perdagangan bebas Trans-Pacific Partnership (TPP) usai lawatannya ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

SBY mengakui dirinya tidak pernah setuju bergabung dengan TPP semasa menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

“Di media masa diberitakan, dulu ‘SBY tolak TPP’, kini ‘Jokowi dukung TPP’. Memang benar, dulu saya tidak setuju Indonesia masuk TPP,” tulis SBY melalui akun twitter-nya seperti dilansir republika.co.id

SBY menjelaskan TPP adalah kerjasama ekonomi lintas Pasifik yang dimotori Amerika Serikat. Hakikatnya, kata dia, adalah liberalisasi perdagangan dan investasi.

SBY juga membeberkan alasannya menolak bergabung TPP karena saat itu pemerintahannya sedang meningkatkan kesiapan untuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Selain itu, Indonesia juga harus bersiap supaya tidak rugi dagang dalam China-Asean Free Trade Agreement. Bukan hanya itu, Indonesia juga sedang ikut negoisasi RCEP yakni kerjasama ekonomi Asean+Tiongkok, Jepang&Korea.

“Sudah ada APEC yang juga merupakan wadah kerjasama ekonomi Asia Pasifik. Karenanya, dulu TPP belum jadi prioritas utama,” lanjut SBY.

Sebenarnya, tambah SBY, TPP bisa mendatangkan manfaat positif jika negara anggotanya siap, kepentingannya diwadahi dan benar-benar memberikan keuntungan bersama.
“Jika Indonesia merasa belum siap & dipaksa masuk TPP, maka justru negara kita akan dirugikan. Begitulah hukum globalisasi,” ucap SBY.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyatakan keseriusan Indonesia untuk melakukan perubahan dan memoderinsasi di bidang ekonomi. Sehingga Jokowi menyampaikan minat Indonesia ke Barack Obama untuk bergabung ke dalam the Trans-Pacific Partnership (TPP).

“Ini menunjukkan keseriusan Indonesia untuk melakukan perubahan dan memodernisasi di bidang ekonomi,” kata Jokowi, seperti disampaikan Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, dalam siaran persnya, di Jakarta, dikutip dari metrotvnews.com

Menurut Jokowi, saat ini Indonesia tidak lagi sekadar menjaga agar fundamental perekonomian yang antara lain menjaga defisit fiskal tidak melebihi tiga persen dari produk domestik bruto (GDP) dan independensi bank sentral dalam menjaga stabilitas harga. (sbb/dakwatuna)

Post a Comment

0 Comments