Nikah adalah salah satu dari ibadah yang penting.
Sangat pentingnya, sampai-sampai Allah
SWT mengabadikannya dalam Al-Qur’an. Allah berfirman: “nikahilah kalian wanita
yang bagus untuk kalian, dua, tiga dan empat.” {QS. An-Nisa’: 3}.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barang siapa meninggalkan nikah karena takut fakir, maka ia bukan golonganku.”
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda: “Maka,
barang siapa benci dengan sunnahku, lalu ia mati sebelum menikah, maka malaikat
akan memalingkan wajahnya dari telagaku besok di hari kiamat.”
Namun, kita jangan serampangan dalam memilih calon
pendamping kita. Pilihlah calon istri yang shalihah. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Dunia semuanya adalah Mataa’un (setiap sesuatu
yang bisa diambil manfaatnya dan dan disenangi seperti harta dll. Diambil dari
kamus Al-Mu’jam Al-wasiith, halaman 890), dan bagus-bagusnya mataaun dunia
adalah wanita yang shalihah.” {Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan
Muslim dari Ibnu ‘umar}
B. Pengertian nikah.
Nikah menurut lughat (bahasa) adalah kumpul. Sedangkan
menurut Syara’ adalah: Aqad yang menyimpan diperbolehkannya wath’i (berhubungan
suami istri) dan aqad tersebut bisa hasil dengan menggunakan lafal yang diambil
dari masdar inkaah atau tazwiij. Nikah, menurut pendapat yang shahih, ditinjau
dari segi hakikat mempunyai ma’na aqad (aqad nikah) dan jika ditinjau dari segi
majaz berma’na wath’i (berhubungan suami istri).
C. Maksud dari nikah.
Menjaga keturunan
Mengeluarkan air yang berbahaya bila ditahan di dalam badan
Mendapatkan kenikmatan
D. Hukum nikah.
Hukum nikah dibagi menjadi lima, yaitu:
Sunnah. Hukum ini berlaku bagi laki-laki yang mempunyai
hajat untuk wath’i (berhubungan suami istri) dan mempunyai bekal yang
berhubungan dengan nikah, yang mana bekal nikah tersebut dihitung setelah
kebutuhan sang laki-laki tersebut terrcukupi, seperti tempat tinggal, pembantu,
kendaraan, dan pakaiannya.
Khilaafu Al-Aulaa .(meninggalkan yang lebih utama). Hukum
ini berlaku bagi laki-laki yang hajat kepada wath’i, namun tidak mempunyai
ongkos atau bekal seperti yang dipaparkan di atas.
Makruh. Ini berlaku bagi laki-laki yang tidak punya bekal
nikah dan tidak ada hajat untuk wath’i.
Wajib. Ini berlaku bagi orang yang bernadzar nikah dan hukum
nikah sunnah atasnya.
Haram. Hukum ini diberikan kepada orang yang tidak bisa
memenuhi hak zaujiyyah (pernikahan)
Syarat dan rukun nikah dalam Islam:
E. Rukun nikah.
Rukun nikah ada lima, yaitu:
Zaujah ( calon istri)
zauj (calon suami)
wali
dua saksi
Shighat (lafadz yang berupa ijab dan qobul)
Syarat Shighat
Di dalam sighat disyaratkan adanya ijab dari wali dan Qobul dari zauj atau wakilnya atau
walinya. Adapun lafadz dari ijab harus berupa lafadz zawwajtuka (aku
mengkawinkanmu) dan Ankahtuka (aku menikahkanmu) dengan wanita yang aku menjadi
walinya, yaitu Fulanah binti fulan. Ijab tidak sah apabila menggunakan lafadz selain
dua lafadz tersebut. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
yaitu: “Bertaqwalah kalian kepada Allah SWT di dalam masalah wanita. Maka,
sesungguhnya kalian mengambil mereka (wanita) dengan amanat Allah dan kalian
berusaha mennjadikan halal farji (kemaluan) mereka dengan kalimat Allah.”
Adapun yang dimaksud kalimat Allah adalah Al-Qur’an.
Sedangkan dalam Al-Qur’an tidak ada lafadz selain laladz yang diambil dari
mashdar tazwiij (zawwaja, separti pada contoh ijab di atas. Zawwaja adalah
fi’il madhi dari mashdar tazwiij) dan Inkaah (Ankaha, seperti contoh ijab di
atas. Ankaha adalah fi’il madhi dari mashdar inkaah).
Adapun Qobul disyaratkan harus bersambung dengan ijab
(setelah ijab langsung disusul dengan qobul). Cara pengucapannya bisa dengan
lafadz Tazawwajtuhaa atau nakahtuhaa
atau qobiltu atau Radhitu.
Dalam mengucapkan Qobul harus ada yang perkara yang
menunjukkan atas mempelai wanita, seperti menyebut namanya (contoh: nakahtu
(Aku menikahi Al-Fulanah (nama calon)), atau memakai dhamir (kata ganti)
seperti: Nakahtuhaa. Dalam lafadz nakahtuha terdapat dhamir “haa” yang isinya
adalah mempelai wanitanya. Bisa juga dengan isyarat.
Nikah sah dengan menterjemahkan dua lafadz di atas (Inkah
dan tazwiij) ke dalam bahasa Ajam (selain bahasa Arab), walaupun bisa bahasa
Arab dan tahu artinya, tetapi dengan syarat mendatangkan lafadz yang mana
lafadz tersebut dihitung benar (sebagai kalimat nikah), seperti: Saya nikahkan saudara fulan bin
fulan dengan fulanah binti fulanah (ijab). Saya terima nikahnya fulanah binti
fulan (qobul). Disyaratkan lagi, dua orang yang beraqad dan dua saksi tahu
bahwa itu bahasa untuk aqad nikah.
Sah nikahnya orang yang dalam aqad menggunakan bahasa Arab,
walaupun orang tersebut tidak tahu ma’nanya, namun dengan syarat tahu kalau itu
adalah kalimat untuk aqad nikah, seperti yang di katakan oleh Syaikhonaa (Ibnu
Hajar Al-Haitami).
Syarat Zaujah (calon istri):
Sepi dari nikah dan ‘Iddah
Zaujah harus dinyatakan (harus jelas). Maka tidak sah
apabila dalam akad zaujah tidak dinyatakan, seperti contoh: Saya nikahkan kamu
dengan salah satu dari anak perempuanku. Di sini jelas bahwa zaujah tidak
dinyatakan, karena masih samar anak yang mana dari wali yang hendak dinikahkan.
Namun sah menyatakan Zaujah dengan berupa washfin (sifat), seperti contoh: Saya
nikahkan kamu dengan anakku (wali hanya mempunyai satu anak perempuan).
Zaujah bukan mahram dari zauj sebab satu nasab. Ini
berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Maaidah: 3 dan surat An-Nisa’: 23
Syarat Zauj (calon suami):
Zauj harus dinyatakan (Jelas). ketika wali dari zaujah dalam
akad berkata “Saya nikahkan anak perempuanku dengan salah satu dari kalian”,
maka nikahnya tidak sah.
Tidak ada hubungan mahram sebab nasab atau sebab sepersusuan
dengan zaujah
Zauj tidak belum mempunyai empat istri, karena paling banyak
laki-laki maksimal hanya diperbolehkan mempunyai empat istri.
Syarat dua saksi
Ahli Syahadah (Ahli penyaksian). Syarat dari ahli Syahadah
adalah: merdeka (bukan budak), laki-laki (tulen), laki-laki Al-‘Adaalah (adil).
Al-‘Adaalah adalah: Orang yang menjauhi dosa besar dan menyamarkan dosa kecil
serta ta’atnya mengalahkan maksiatnya.
Islam
Sudah tertakliif (Sudah baligh)
Bisa mendengar
Bisa bicara (tidak bisu).
Bisa melihat
Tidak buta. Menurut pendapat yang asshah (kuat).
Mengetahui bahasa dari wali dan zauj.
Salah satu atau kedua saksi tersebut bukan wali dari zaujah.
Referensi: (Haasyyyah I’Anatu Ath-Thalibiin, cetakan
Daarulkutub, Baerut, Lebanon, Juz 3, Bab Nikah, halaman 431-503)
F. Syarat nikah.
Islam
Tidak ada paksaan bagi calon pengantin laki-laki
Belum mempunyai empat istri
Mengetahui kalau wanitanya sah untuk dijadikan isteri,
seperti sang wanita bukan mahram
Laki-laki yang tertentu
mengetahui walinya dalam akad nikah
Tidak dalam keadaan Ihram Haji atau Umrah
pembagian rukun nikah yang wajib dan yang sunna
Sumber: hukum-islam.com;
0 Comments