Perkembangan drastis lembaga keuangan Islam global dapat
memberikan harapan baru dan persyaratan untuk akuntabilitas, dimana
akuntabilitas ialah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi
atas tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu
organisasi (Syahrudin Rasul, 2002:8). Sehingga menyebabkan tuntutan baru pada
lembaga fungsi audit. Larangan bunga dan aspirasi umat Islam kenyataannya
terlihat dalam praktik ekonomi mereka sehari-hari, telah menyebabkan pembentukan
sejumlah lembaga keuangan Islam di sekeliling dunia.
Malaysia telah melakukan inisiatif drastis menjadi hubungan
keuangan Islam global. Di negeri Jiran, Pemerintah setempat memang membuka
pintu seluas-luasnya bagi pengembangan LKS dan LKS di negara itu melakukan
banyak inovasi paparan dari praktisi ekonomi syariah Farouk Abdullah Alwyni.
Dan Indonesia sendiri memiliki Audit Syariah sendiri sebagai panduan bagi LKI
(Lembaga Keuangan Islam), akan menarik untuk dipelajari tentang pengembangan
kedua negara ini sehubungan dengan lingkup praktek audit syariah saat ini.
Kinerja auditor mulai diragukan oleh para peserta di pasar
keuangan dengan runtuhnya perusahaan besar di dunia yaitu Sunbeam Korporasi
pada awal tahun 2002, Enron dan Worldcom yang kehilangan miliaran dunia.
Sehingga orang-orang mulai mengevaluasi kembali tingkat kepercayaan mereka
dalam memakai audit agar memberikan jaminan untuk investasi dan informasi
keuangan, dan tren semata-mata tergantung pada sumber terbaik kredibilitas
audit untuk informasi tersebut mungkin kini telah menjadi mati.
Meskipun semua tragedi itu telah terjadi, pertumbuhan
perbankan dan keuangan islam telah berkembang pesat selama beberapa tahun
terakhir. Salah satu pendekatan yang jelas dari LKI adalah pengenalan produk Islam
yang harus sesuai dengan hukum Islam (Syariah). Ada langkah-langkah positif
yang dilakukan oleh badan pengawas di Malaysia untuk perbankan dan keuangan
Islam industri untuk berkembang lebih lanjut. Yang terbaru ialah penerbitan
Shariah Governance Framework oleh Bank Sentral yang efektif dari 2011. Namun,
pedoman untuk audit Syariah dipandang tidak cukup memberikan pertimbangan bahwa
kepatuhan Syariah adalah tulang punggung operasi LKI.
Kompleksitas dan dinamisme industri telah meningkatkan
kebutuhan audit Syariah untuk lebih komprehensif (luas dan lengkap) dan
terintegrasi (tergabung) untuk memberikan jaminan yang kuat kepada para
pemangku kepentingan dan pengguna lain pada kepatuhan Syariah seluruh sistem
dan operasi LKI. AAOIFI, aturan standar untuk tubuh LKI, yang bertanggung jawab
untuk mengaturan standar akuntansi dan audit. Shahul misalnya menyerukan
perbaikan yang luas untuk Akuntansi Islam jika ingin bertahan untuk waktu yang
lama. Kasim et al. (2009) menyatakan bahwa kurang dalam audit yang tepat bagi
praktek di LKI adalah masalah utama yang dihadapi Syariah saat ini Kerangka
audit. Indonesia, negara tetangga untuk Malaysia, dengan penduduk mayoritas
Muslim, juga mengambil inisiatif dalam memproduksi Manual Audit Syariah untuk
perusahaan LKI.
Hasil dan temuan yang didapatkan, terdapat empat puluh tujuh
(47) tanggapan dari Indonesia sedangkan dari Malaysia adalah 85. Dalam
menggambarkan sampel Indonesia, mayoritas responden adalah auditor eksternal,
yang bekerja di Lembaga Keuangan Islam penuh. Mayoritas memiliki kualifikasi
Syariah dan bekerja di auditing dan bidang akuntansi. Mewakili auditor Syariah
di Indonesia, pendapat mereka tentang Islam saat ini Konsep audit secara
signifikan berbeda dari praktek pemeriksaan konvensional sehingga membuat tercapainnya
tujuan dari penelitian dan relevan.
Adapun Malaysia, dari 85 dari responden menjawab mayoritas
dari mereka adalah dari pengelolaan Lembaga Keuangan Islam. Sebagian besar dari
mereka adalah dari Lembaga Keuangan Islam penuh yang juga memiliki kualifikasi
Syariah tapi tidak memiliki banyak pengalaman dalam audit atau akuntansi di
lapangan. Serupa dengan tanggapan Indonesia, mereka juga memberikan pendapat
yang sama tentang konsep audit Islam saat ini yang harus berbeda secara
signifikan dari praktek audit konvensional.
Sebagai kesimpulan bahwa bukan tugas yang mudah untuk
melakukan audit syariah yang meliputi konsep dari Syariah Islamiah untuk
memenuhi tujuan di bawah kondisi kapitalis pola pikir maksimalisasi laba dan
sistem keuangan konvensional yang kompetitif. Masalah ini lebih diperparah oleh
penurunan moral Islam, sosial dan nilai-nilai ekonomi di negara-negara Muslim
termasuk Malaysia dan Indonesia, di bawah tekanan progresif penjajahan dan
dominasi budaya dunia barat selama beberapa abad terakhir. Ini telah memberikan
kontribusi untuk mengabaikan nilai-nilai Islam sosial ekonomi oleh beberapa
kalangan dari LKI.
Auditor syariah mungkin menghadapi tantangan besar dari para
pembuat kebijakan dan manajemen yang pemikir progresif beragam agama dan
praktek. Semua hal yang disebutkan kurang komprehensif dengan kerangka Audit
syariah dan menambah masalah pelaksanaan.
Hasil wawancara telah memberikan wawasan ke dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan yang ada antara harapan dari audit
syariah ideal dan praktek saat syariah audit di LKI. Yang terpenting adalah
kerjasama antara orang syariah dan auditor internal mungkin dalam membuat
keberhasilan pelaksanaan Praktek audit syariah. Jika mempertahankan status quo
(keadaan tetap pada suatu saat tertentu ) masing-masing yang menyisihkan posisi
lain demi mencapai Maqasid Ash-Syariah (tujuan dari Hukum Syariah) khusus untuk
tujuan sosial-ekonomi, ini mungkin meningkatkan potensi berkolaborasi kedua
kualifikasi untuk audit di LKI mengidentifikasi yang ada kesenjangan dapat
membantu memperjelas masalah dan merangsang pemikiran terhadap kemungkinan
solusi dalam penelitian masa depan.
0 Comments