Dalam
konferensi pers di Jakarta hari Rabu (14/12), Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin
mengatakan bahwa (bagi umat Islam) “menggunakan atribut keagamaan non-Muslim
adalah haram."
Majelis Ulama Indonesia MUI hari Senin (19/12) menegaskan
tidak pernah meminta organisasi massa mana pun – termasuk Front Pembela Islam
FPI – untuk mensosialisasikan fatwa No. 56 Tahun 2016 tentang penggunaan
atribut satu agama oleh umat Islam, yang dikeluarkan hari Rabu lalu (14/12).
“Razia tidak masuk pertimbangan MUI,” tegas Ketua MUI Ma'ruf
Amin kepada pers di Jakarta.
Lima hari terakhir ini sebagian besar masyarakat di
Indonesia sangat resah melihat “sosialisasi” fatwa baru MUI tersebut.
Salah satu isi fatwa MUI itu “melarang penggunaan atribut
keagamaan non-Muslim” dan meminta pemerintah untuk “mencegah, mengawasi dan
menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja)
dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan dan tekanan kepada pegawai dan karyawan
Muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama, seperti
aturan dan pemaksana penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada umat
Islam”.
Dalam konferensi pers di Jakarta hari Rabu, Ketua Komisi
Fatwa MUI Hasanuddin mengatakan “menggunakan atribut keagamaan non-Muslim
adalah haram. Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan
non-Muslim adalah haram”.
Ormas Islam sosialisasikan fatwa MUI di beberapa kota
Selang sehari setelah keluarnya fatwa itu, beberapa
organisasi massa – antara lain Front Pembela Islam FPI – mendatangi sejumlah
restoran dan pusat perbelanjaan di Bekasi, Solo, Yogyakarta dan Surabaya.
Tindakan mereka seakan mendapat angin dengan dikeluarkannya
surat edaran berupa “imbauan kamtibmas” oleh Polres Metro Bekasi Kota pada hari
Kamis (15/12), disusul oleh Polres Kulon Progo DI Yogyakarta pada hari Sabtu
(17/12). Kedua surat edaran itu merujuk fatwa MUI sebelumnya.
Sementara di Surabaya, Kapolrestabes Kombes M. Iqbal bahkan
datang langsung ke lapangan “mengawal” aksi FPI ke pusat-pusat perbelanjaan di
kota pahlawan itu pada hari Minggu (18/12). Dengan gagah Iqbal mengatakan
kepada pers, “aksi yang dilakukan teman-teman FPI bukan sweeping. Mereka
mendatangi mal atau pusat perbelanjaan untuk sosialisasi fatwa MUI No.56/2016
itu”.
Sedikitnya ada tujuh pusat perbelanjaan yang didatangi FPI
di Surabaya, yaitu Pasar Atum, Tong Market, Grand City, Delta, WTC, Galaxy
Mall, Excelso Tunjungan Plaza dan Ciputra World.
“Ada apa ini, kok MUI jadi narrow-minded sekarang? Sudah
bertahun-tahun mall dihias mengikuti musim atau acara tertentu. Mengapa baru
sekarang diributkan,” ujar Dian – warga Surabaya – kepada VOA.
Sementara Andi Setiono mengkritisi hal itu lewat halaman
Facebook-nya : “razia FPI didampingi oleh petugas, maksud baiknya agar tidak
terjadi aksi anarkis tidak terkendali dan pihak berwenang dianggap hadir
sebagai penengah. Ini sebenarnya watak dan perilaku sama pecundangnya, tapi
hanya ini cara menekan cost dan dampak seminimal mungkin. Mereka sadar ini
hanya penyakit tahunan.” Dian dan Andi bisa jadi mewakili sebagian besar warga
masyarakat yang resah melihat semakin menjadinya tindakan intoleransi
akhir-akhir ini.
Kapolri: Fatwa MUI bukan hukum positif
Menanggapi hal itu Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian
bertindak cepat. Dalam acara diskusi di Universitas Negeri Jakarta UNJ hari
Senin (19/12), Tito mengatakan akan menindak tegas organisasi masyarakat yang
menggelar sweeping anarkis seperti itu.
“Saya perintahkan ke jajaran, kalau sweeping dengan cara
anarkis, tangkap!”, ujarnya saat berbicara di Universitas Negeri Jakarta hari
Senin (19/12). Ditambahkannya, pihaknya akan kembali berkoordinasi dengan MUI
agar bahasa yang digunakan dalam fatwa itu tidak mengundang potensi konflik
umat beragama.
“Fatwa MUI bukan rujukan hukum positif. Itu sifatnya
koordinasi, bukan rujukan kemudian ditegakkan. Jadi langkah-langkahnya
koordinasi, bukan mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi produk hukum bagi
semua pihak,” tambah Tito.
Lebih jauh Kapolri mengatakan telah menegur Kapolres Metro
Bekasi Kota dan Kapolres Kulon Progo Yogyakarta.
“Saya tegur keras mereka karena tidak boleh keluarkan surat
edaran yang mereferensikan pada fatwa MUI”. Ia juga mendesak agar surat edaran
itu segera dicabut.
Hari Senin sore Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri Tito
Karnavian ke Istana Merdeka Jakarta.
“Presiden ingin agar kepala satuan wilayah (kasatwil) Polri
tetap berpegang teguh pada hukum positif yang berlaku di Indonesia, terkait
penerapan suatu kebijakan, bukan bersandar pada fatwa MUI,” ujar Sekretaris
Kabinet Pramono Anung.
0 Comments